Tuesday, April 7, 2009

Tirthayatra, Perjalanan Suci Atau Wisata ?

Dikutip dari : Konsep Siwa Budha di Bali
Penulis : Pinandita Arbawa Tanjung Mas
Editor : Drs I Made Karda, M.Si

Tirthayatra berasal dari kata “tirtha” dan “yatra”, Tirtha berasal dari akar kata “tr” yang berarti “triyate anena” atau dengan mana disebrangkan , dengan mana orang disebrangkan dari lautan dosa . Tirtha juga berarti air suci , air kehidupan atau nectar, juga berarti tempat-tempat suci yang ada air sucinya, disamping itu tirtha juga berati atau memiliki makna sebagai orang-orang suci, karena umumnya orang-orang suci berada ditempat-tempat suci yang ada airnya. Misalnya di dekat sungai Gangga, Yamuna, Godavari, Narmada, Kaveri dan sebagainya, kemudian orang-orang suci juga disebut “tirtha” karena mereka ini diyakini mampu menyucikan diri, sebagaimana karunia yang ditunjukan oleh tempat-tempat suci dan air .
Sedangkan kata “Yatra” suatu perjalanan, dengan demikian dari ilmu bahasa (bedah membedah kata ) ini, tirthayatra sesungguhnya bermakna sebagai suatu perjalanan suci atau perjalanan ke tempat-tempat suci, mengunjungi tempat-tempat suci dan perjalanan untuk menyucikan diri dari pengaruh dosa. Dulu, agama Hindu atau Dharma Hindu, sebelum resmi dipakai, beredar istilah Agama Tirtha, konsep Agama Hindu adalah dari kata “Sindhu” yang artinya “air” atau “amertha”. Oleh karenanya disebut juga agama Tirtha.

Adapun yang melatar belakangi agama Tirtha ini lahir karena kita lahir dari yang maha suci, yaitu lahir dari “Tirtha Purusa”, adapun tirtha purusa ini sering disebut “Panca Tirtha” yang terdiri dari lima macam tirtha yang meliputi :
  • “Tirtha Pradana” ; yaitu tirtha Kamandalu , istilahnya Purusa – Pradana, atau Akasa – Pratiwi , inilah tirtha yang pertama kali yang menyebabkan manusia itu ada .
  • “Tirtha Sanjiwangi” ; yaitu tirtha yang menghidupkan manusia semasuh berada di kandungan .
  • “Tirtha Pawitra” ; yaitu air tuban yang membersihkan si jabang bayi .
  • “Tirtha Kundalini” ; yaitu tirtha kehidupan , kalau di Merajan / Sanggah letaknya di “Bethara Hyang”
  • “Tirtha Maha Tirtha” ; tirtha ini sering disebut sebagai “Wangsuh pada” dari Ida Bethara .
Putaran tirtha yang pertama sampai yang kelima, namanya “ Ngewindu”, Jadi agama Hindu berasal dari kata Sindhu (nama sungai di India), kemudian menjadi Amertha (yang artinya air), lalu menjadi Windhu, dan terakhir berubah menjadi Hindu, yang artinya amertha kehidupan dan kematian.

Segala upacara kehidupan dan kematian menurut Hindu harus melalui lima tirtha tersebut diatas, jadi siklus agama Hindu pernuh dengan upacara tirtha dari : Tirtha Kamandalu – Tirtha Sanjiwangi – Tirtha Pawitra – Tirtha Kundalini – Tirtha Maha Tirtha, kembali ke Tirtha Kamandalu, begitu seterusnya .

Istilah Tirtha yatra, yang berarti mengunjungi tempat-tempat suci, karena keberangkatan mereka memang untuk meningkatkan kesuciannya, bukan untuk menyucikan pihak lain, ada istilah lain yang artinya sepadan dengan tirthayatra yaitu “Tirthatana” dan Tirthabhigamana” , kedua istilah ini bermakna sama dengan tirthayatra hanya kurang populer di Indonesia / Bali.

Dalam kitab suci Sarasamuscaya, bahwa perjalanan suci ketempat - tempat yang suci merupakan kegiatan yang amat suci (“Atyanta Pawitra”), tirthayatra dikatakan lebih utama “bila” dibandingkan dengan penyucian Panca Yadnya lainnya .

Adapun alasannya tiada lain karena kunjungan ketempat tempat suci dapat pula dilakukan oleh orang yang miskin harta, selanjutnya dalam Sarasamuscaya dijelaskan pula bahwa mereka yang tidak dapat melakukan tirthayatra sesungguhnya orang ini dapat dikatakan sangat miskin, demikian mulia manfaat tirthayatra itu, namun didalam pelaksanaannya kemudian muncul persoalan lain ,,,, Apakah itu ?

Persoalan baru muncul yaitu :
  • Dimanakah tempat suci yang layak dipakai tujuan tirthayatra ?
  • Apakah hanya terbatas pada Pura Kahyangan jagat saja ?
  • Apakah termasuk juga pada Pura Sad Kahyangan ?
  • Bagaimana dengan pura-pura dilingkungan Tri Kahyangan ?
  • Apakah disemua pura , semua tempat yang disucikan sebagai tempat yang layak menjadi tujuan tirthayatra ?

Menurut Reg Weda I.191.13 menyatakan :
Soma Rarandhino hrdhi gavana yavasena, marya eva sva okye
Artinya : “ Oh Tuhan Yang Maha Pengasih, semoga Engkau berkenan bersthana pada hati nurani hamba sebagai pura, seperti halnya anak-anak sapi yang merumput dipadang subur , seperti pula halnya gadis gadis dirumahnya sendiri .“

Perhatikan pula kitab suci Bhagawadgita IX.11 , yang berbunyi :
Avajayanti mam mudha , manusim tanum asritam , param bhavam ajananto, Mama bhuta mahesvaram
Artinya :
“ Aku berada dalam tubuh manusia , mereka yang bodoh tidak menghiraukan Aku , yang lebih tinggi sebagai penguasa agung dari segala yang ada. Bila diperhatikan mantra-mantra tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tempat yang suci itu berada dalam diri kita, Ia tidak usah dicari kemana mana ( “ Tan madoh rik awak ring hati tongwania “ )

Namun kita tidak boleh terburu buru memperbaiki orientasi logika agama, bahwa berkunjung ke tempat suci itu tidak perlu, cukup dengan mengetahui rahasia Tuhan ada di dalam diri, merasa sudah cukup . Janganlah menafsirkan mantra Weda sepotong-sepotong, Mantra Weda dan sloka-sloka kitab suci tak pernah salah , tetapi penafsirlah yang sering kepleset memaknai bunyi suatu Weda .

Mantra Weda adalah suatu puncak dari suatu kebenaran , ia bersifat muklak , sehingga perlu disadari bahwa untuk mencapai puncak itu butuh waktu dan proses yang bertahap ( ingatlah selalu bahwa arti dari “wyapi – wyapaka “, tidaklah berarti bahwa Tuhan itu selalu ada dimana-mana , namun saktinyalah , vibrasinyalah kita rasakan ada dimana-mana. Ibarat sinar matahari itu kita rasakan ada dimana-mana, namun Tuhan itu sendiri bukanlah matahari )

Kebenaran tentang adanya Tuhan dalam diri akan diyakini bila seseorang telah mencapai tingkat kesadaran diri yang tinggi , terlepas dari kesadaran badan ( kalau di Agama Budha telah mencapai tingkat Samadi yang ke delapan, sedangkan di Saolin telah mencapai tingkat yang kesepuluh – yaitu “Nirwana”- akhir dari perubahan, kedamaian dan ketenangan .itu sama dengan pembebasan dari ikatan keinginan, ego, penderitaan dan kelahiran kembali – kalau di Hindu dinamakan “Moksah” ( Muracintya) dan guna menumbuhkan tingkat kesadaran spiritual inilah orang-orang perlu melakukan berbagai sadhana , apakah dengan jalan: Bhakti Yoga , Jnana Yoga , Karma Yoga atau Raja Yoga.

Dari ke empat Catur Yoga tersebut yang merupakan disiplin spiritual menurut Hindu , salah satunya dapat dilaksanakan dengan “ Tirthayatra “ ini adalah salah satu proses dari sadhana atau disiplin spiritual Hindu .

Dalam memahami Tuhan ada dalam hati sanubari , jangan lupa kata-kata mutiaranya “ Trio Bimbo “ Engkau jauh , aku jauh “ , “ Engkau dekat , aku dekat “ . Tuhan yang berada dalam diri memang akan menjadi jauh , jika hakekat kesadaran diri belum terwujud , jadi tidaklah secara gegabah seseorang dapat mengklaim bahwa mereka sudah mengenal Tuhan yang berstana dalam dirinya tanpa bukti realisasi spiritual .

Meniti jalan kedalam haruslah dengan aktipitas luar , dan tirthayatra adalah jalan untuk meniti Tuhan didalam diri sendiri , ingat manusia itu adalah aspek mikrokosmos (Bhuana alit) Kesadaran spiritual diperoleh dengan mengadakan kontak dengan Bhuana agung .

Pencapaian spiritual kedalam membutuhkan beberapa persyaratan seperti kondisi mental , disiplin pikiran , mengendapkan aktivitas panca indra dan potensi lahiriah lainnya , utnuk mencapai kesucian pikiran itulah , dibutuhkan tempat yang suci , tempat yang bercitrakan keilahian , tempat-tempat yang suci tersebut yang dikunjungi kemudian akan menjadi semacam alat bantu bagi bangkitnya potensi spiritual di dalam diri .

Disini perjalanan jiwa membutuhkan partisipasi pisik , jadi tak serta merta karena Tuhan bersifat “ Sarwa khala idam Brahman “(semuanya adalah Tuhan) , kita tidak membutuhkan tempat suci , hal tersebut semata mata karena tingkat kesadaran kita saja yang masih terasa terpisah dengan Tuhan .

Manusia sebagai ciptaan Tuhan (Brahman) memang harus terpisah , menurut konsep “Dvaita” adalah konsep dualisme , adanya keterpisahan antara sang Pencipta (Brahman) dengan ciptaannya (manusia) , hanya mereka yang menganut konsep “Advaita” sudah mengalami fase kesadaran diri manunggal dengan kesadaran besar layak menyatakan aspek ke Tuhanan itu telah manunggal dengan dirinya ( Manunggaling Kawula Gusti ) .

Pesan (dari Jik Ngurah)
tisi yang menyatakan bahwa kalau metirthayatra , hendaknya diurut dari Bali , Indonesia , setelah itu baru ke luar negeri (India) , yang paling penting sebetulnya adalah bagaimana caranya agar tirthayatra itu dapat berfaedah secara effektif bagi tiap individu dengan semakin majunya kwalitas hidup kita setelah melakukan tirthayatra berulang kali .
Selama melakukan tirthayatra , orang dianjurkan sebisa bisanya untuk mengembangkan sifat-sifat yang agung dan mulia, semua ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal bagi tirthayatri , yaitu pelaku spiritual .

Usahakan selalu berkata dan berbicara yang baik, benar dan suci ( satya ) ,Ingat selalu bahwa kebenaranitu adalah tirtha (“Satyam Tirtham”), Sifat sifat memaafkan / pengampunan juga adalah tirtha (“Ksama Tirtham”), Penguasaan diri terhadap nafsu / indrya juga adalah tirtha (“Tirtham Indriyaningrahah”), disamping itu mencintai seluruh mahluk hidup adalah tirtha (“Sarwa bhuta daya tirtham”), Kesadaran juga adalah tirtha (“Tirtham arjvam eva ca”) .
Hal yang terpenting juga harus diingat adalah setiap melakukan tirthayatra hendaknya melakukan “dana punia” atau sedekah , karena kedermanan atau sedekah juga adalah tirtha , penguasa pikiran juga disebut tirtha , kepuasan diri juga adalah tirtha , pengekanagan nafsu birahi juga adalah tirtha , dan kata kata yang amnis dan penuh mengandung kebenaran adalah tirtha , dan yang terakhir tapa brata itu juga adalah tirtha.

Dengan demikian tirthayatra penuh dengan ketulusan rohani pensyaratan , aturan suci yang harus dipenuhi , dengan mengikuti aturan dan peraturan suci itu , pelaksanaan tirthayatra akan mampu menyucikan pikiran / bathinnya yang terdalam. Jadi Tirthayatra tidaklah sama dengan wisata , dia mempunyai tujuan yang suci yakni membersihkan pikiran dan bathin , agar menjadi suci dan dekat dengan Sang Pencipta .
Semoga berhasil.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.