Sunday, April 12, 2009

Mengurai Nyepi dan Saka

Dikutip dari : Tabloid Pasupati
Oleh : Ida Pandita Mpu
Dharma Mukti Sidha Kerti .

Hari Raya Nyepi menjadi salah satu hari raya besar, memiliki sekelumit kisah yang berasal dari tanah India pada abad sebelum masehi, Perayaan ini juga menjadi sebuah sejarah, dimana berhentinya pertikaian yang terjadi antar suku yang ada di India.

Hari Raya Nyepi jatuh pada Tilem Kesanga di bulan Maret, merupakan salah satu hari raya besar bagi umat Hindu Bali. Hari yang menurut sejarah pelaksanaannya dimulai sejak tahun 78 masehi, memiliki sekelumit kisah yang bisa menjadi sebuah refleksi bagi umat Hindu yang ada di Indonesia.
Mengingat pada tahun 248 masehi, pertikaian antar – suku di India sangat memprihatinkan , dalam jaman itu pertikaian selalu mewarnai suku-suku di India , beberapa suku yang ada , seperti : Pahlawa, Saka, Yuehchi, Yawana dan Makawa, selalu bertikai dengan tujuan mencari Kekuasaan.

Suku – suku tersebutpun silih berganti mengalami kemenangan, mulai ketika suku Pahlawa mengalahkan suku Yawana dan suku Saka , lalu suku Saka berhasil mengalahkan suku lainnya sehingga kembali harus berhadapan dengan suku yang sebelumnya pernah menaklukannya. Kemudian suku Saka sempat mengalami masa kejayaan pada tahun sebelum masehi , menyadari pertikaian yang masih berlangsung, suku bangsa Saka yang terdiri dari "Saka Tigrakhauda, Saka Haumawarga dan Saka Taradaraya”, mengubah garis perjuangan mereka yang sebelumnya dibawah garis Politik dan Militer.

Kali ini diganti garis perjuangan Kebudayaan, hal tersebut mengakibatkan kebudayaan suku bangsa Saka melekat di dalam kehidupan se hari-hari rakyat, pada saat kekuasaan suku Saka, penanggalan yang digunakan oleh Negara adalah menggunakan penanggalan berdasarkan letak posisi matahari yang dikenal dengan penanggalan “Saka”.

Sekitar tahun 125 sebelum masehi, suku bangsa Yueh-chi yang memegang tapuk kekuasaan, melihat suku bangsa Saka yang mengubah arah perjuangannya, suku bangsa Yueh-chi yang saat itu dipimpin dinasti Kusana merasa terketuk hatinya , pasalnya ketika suku bangsa Saka memegang kekuasaan, tidak ada tindakan penindasan yang dilakukan kepada suku bangsa yang tunduk dibawah kekuasaannya.

Berbagi seni dan budaya yang dihidupkan akhirnya dijadikan”Kebudayaan Negara”, hingga pada tahun 78 masehi, seorang dari dinasti Kusana bernama “Kaniska” dilantik menjadi seorang raja. Dengan bijaksana diresmikanlah kalender tahun Saka sebagai system pengalenderan yang berlaku pada zaman tersebut, saat peresmian, ada beberapa bulan yang ditetapkan pada saat itu , di antaranya Chitirai atau disebut dengan Mesha dan istilah lainnya Waisaka.

Dalam istilah Bali dinamakan sasih Kadasa , serta masih banyak lagi nama bulan yang ditetapkan dalam penanggalan saka saat itu , tepatnya pada 21 Maret 79 masehi hal tersebut dilakukan untuk mengenang kejayaan suku bangsa Saka dan merupakan hari penobatan menjadi seorang raja. Pada saat kepemimpinan Raja Kaniska, banyak sekali kemajuan yang terjadi, kesetabilan politik dan toleransi umat Hindu dan Bhuda selalu berjalan sinergis, berbagai kesenian dan kebudayaan dari beberapa suku bangsa yang ada menjadi berkembang dan tetap lestari.

Selain itu penghargaan tertinggi untuk para umat agama yang ada pada saat itu, dibuktikan dengan seringnya melakukan pertemuan besar antar – umat beragama yang pada saat itu adalah Hindu dan Budha, pesamuan agung atau yang disebut sidang raya tersebut, dilakukan oleh Kaniska untuk menjaga kerukunan umat beragama, agar selalu bisa beriringan dalam membangun pemerintahan.

Hubungan diplomasi keluar, seperti dengan Yunani, China dan India bagian selatan berlangsung kian baik , beberapa pengaruh dari kekuasaan raja Kaniska juga dapat dilihat dari banyak hal , salah satunya dari system penanggalan yang digunakan oleh beberapa kawasan India bagian timur dan India bagian Utara.

Ketika pengaruh tahun saka belum masuk, bangsa – bangsa tersebut masih menganut penanggalan Chandra, yakni berpatokan pada letak posisi bulan, hingga akhirnya pengaruh penanggalan sampai ke Bali dan dipadukan penggunaannya dengan penanggalan Chandra yang digunakan sampai saat ini hanya saja, karena perbedaan letak geografis dan tempat yang menjadikan perbedaan letak posisi matahari, akhirnya membedakan ketepatan jatuhnya perayaan Tahun Baru Saka di Indonesia dengan perayaan Tahun Baru Saka India.

Pada saat Tahun Baru Saka yang jatuh setelah Tilem sasih kesanga, beberapa lontar menyebutkan adanya ritual yang harus dilakukan oleh umat Hindu di Bali, seperti halnya yang terdapat di lontar Sri Aji Kasanu, dimana disebutkan ada salah satu ritual yang ditafsir dengan istilah Nyepi, adapun beberapa bait lontar menyebutkan ; "ring tileming sasih kesanga patut mapraketi caru tawur wastanya, sadulur Nyepi awengi".
Kalimat tersebut bermakna , bahwa pada tilem sasih kesanga, patut melakukan upacara Bhuta Yadnya yaitu caru yang disebut dengan “Tawur”, yang dilanjutkan dengan Nyepi sehari , sehingga setelah melakukan upacara tawur pada tilem sasih kesanga , umat Hindu di Bali pada umumnya melakukan yang disebut dengan Nyepi untuk menyambut datangnya sasih Kadasa yang merupakan awal dari Tahun Baru Saka.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.